- Perayaan Paskah Tingkat Kota Batam Dimaknai dengan Kekompakan yang Terus Terjaga
- BP Batam Gelar Workshop tentang Logistik Aerocity
- Buka UKW ke-16 PWI Kepri, Kepala BP Batam: Wartawan Penting Dalam Menciptakan Informasi Sehat dan Berkualitas
- Nonton Bareng, Kepala BP Batam Apresiasi Antusiasme Masyarakat Dukung Kemenangan Timnas Indonesia vs Iraq U23
- Terima Kunjungan Insan Pers Riau, Kepala BP Batam Ajak Dukung Pembangunan
- Ciptakan Wartawan yang Berkompeten, Puluhan Jurnalis Ikuti UKW ke-16 di Kepri
- Rapat Pleno Terbuka KPU Anambas Mencuat Calon Terpilih Wajib Sampaikan LHKPN
- Berikut 13 Pengarahan Pangkoopsud I ke Prajurit Lanud RHF dan Satrad 213
- UAS Isi Tausiyah di Masjid BJ Habibie BP Batam, Ajak Jemaah Laksanakan Ibadah Tepat Waktu
- Piala Asia U-23, BP dan Pemkot Batam Gelar Nobar Timnas Garuda vs Irak
Rempang Jadi Proyek Contoh Kampung Nelayan Modern
Keterangan Gambar : Pulau Rempang. /1st
KORANBATAM.COM - Pulau Rempang selain akan menjadi lokasi industri pembuatan kaca panel surya, juga akan dijadikan kampung nelayan modern terintegrasi pertama di Indonesia.
Menurut Koordinator Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Sumber Daya Pesisir Universitas Maritim raja Ali Haji (Umrah), Wahyudin, di Rempang Eco City, mengatakan, nantinya akan dibangun kawasan kampung nelayan yang terintegrasi.
Dalam master plan yang disusun Badan Pengusahaan (BP) Batam, dibuat zonasi khusus yang memadukan perkampungan nelayan, dermaga, pusat pelelangan ikan dan hasil laut serta fasilitas penunjang lainnya. Menurut Wahyudin, proyek ini akan menjadi percontohan atau pilot project penataan kampung nelayan.
“Diberbagai tempat, fasilitas tersebut umumnya terpisah. Tapi di Rempang akan menjadi kawasan terpadu yang memiliki nilai tambah ekonomis bagi nelayan dan industripengolahan hasil laut,” jelas Wahyudin di Batam, Kamis (9/10/2023).
Hampir dua dekade kemudian, pengembangan Pulau Rempang tampak kian menjanjikan. Masuknya investasi dari Negeri Tirai Bambu seolah menyalakan harapan.
Investasi Rempang Eco-City pun ditaksir mencapai Rp381 triliun serta diperkirakan akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribu orang.
Secara rinci, pengembangan Pulau Rempang juga akan dibagi menjadi tujuh zona yang berbeda. Seperti Rempang Integrated Industrial Zone, Rempang Integrated Agro-Tourism Zone, Rempang Integrated Commercial and Residential, Rempang Integrated Tourism Zone, Rempang Forest and Solar Farm Zone, Wildlife and Nature Zone dan Galang Heritage Zone.
Kata Wahyudin, tahap pertama pembangunan akan dilakukan di zona industri. Tahapan ini tidak berdampakpada kehidupan nelayan karena bukan dilakukan di areal perikanan tangkap.
Lalu tahapan kedua di Desa Blongkeng termasuk zona Kawasan perikanan tangkap, akan berdampak pada biota laut.
“Tapi dampaknya tidak terlalu signifikan dan bisa diminimalisir. Demikian pula terhadap nelayan. Daerah tangkapnya luas dan bergantung pada musim. Ada musim utara yang sekarang terjadi sampai bulan Februari, nelayan cenderung akan bermigrasi ke daerah yang teduh,” jelasnya.
Menurut doktor ilmu lingkungan ini, letak geografis Pulau Rempang yang berada di tengah akan menjadi pusat kegiatan perdagangan hasil laut strategis.
Fasilitas dermaga dan perdagangan laut yang dimiliki Pulau Rempang akan menyedot nelayan dari berbagai pulau di sekitar untuk bertransaksi di Pulau Rempang.
Demikian pula dengan dibangunannya jembatan yang menghubungkan Pulau Batam, Rempang dan Galang tak hanya menjadi sarana penghubung saja. Jembatan Barelang juga berperan sebagai sarana penggerak roda ekonomi serta pemerataan pembangunan.
“Master plan yang dirancang pemerintah untuk Rempang Eco City menurut saya, tidak meninggalkan nelayan. Posisi nelayan dilindungi, bahkan secara ekonomis akan lebih sejahtera dan modern. Ribuan pekerja yang akan masuk ke Rempang dari berbagai daerah akan menjadi market tersendiri,” ujar dia.
Dari pantauan media, nelayan Rempang termasuk kategori subsisten. Melaut hanya untuk menenuhi kebutuhan sehar-hari. Sebagaimana disampaikan Wahyudin, nelayan Rempang kategori one day fishing.
Indra, nelayan di kampung Blongkeng mengatakan bahwa, dia dan tetangganya tidak memiliki modal dan perahu untuk ke laut dalam.
“Saya menangkap di laut dangkal. Apa adanya saja. Keluar Rempang perlu modal besar,” sebut Indra.
Kampung Blongkeng merupakan salah satu dari lima kampung prioritas yang akan digeser. Empat kampung lainnya adalah Pasir Panjang, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan Pasir Merah.
Pada lima kampung tersebut, terdapat 961 Kepala Keluarga (KK) yang akan bergeser ke Tanjung Banun.
(red)